Tertawalah dan Seluruh Dunia Akan Mengerti


Senin, 1 Februari 2010 | 08:24 WIB

Kompas.com – Walaupun di setiap budaya memiliki cara berbeda untuk mengekspresikan beberapa emosi dasar seperti kegembiraan, marah, takut, dan rasa sedih, namun secara universal ekspresi emosi manusia relatif mudah dikenali.

Secara khusus, sejumlah peneliti menyelidiki apakah suara yang terkait dengan emosi dasar punya persamaan pada budaya yang berbeda. Untuk mengujinya, orang di Inggris dan wilayah utara Namibia diceritakan sebuah cerita berdasarkan emosi tertentu yang memiliki perbedaan suara, seperti tertawa atau menangis. Kelompok orang dari Inggris diminta mendengar suara orang Namibia, demikian pula sebaliknya. Kemudian mereka diminta menyebutkan jenis suara emosi tersebut.

“Responden dari dua kelompok itu langsung mengenali emosi dasar, seperti marah, takut, jijik, gembira, sedih dan terkejut. Ini menunjukkan bahwa ekspresi emosi dan cara vokalisasi-nya serupa meski memiliki budaya berbeda,” kata Sophie Scott dari University College London.

Suara tawa merupakan ekspresi yang paling mudah dikenali oleh dua kelompok responden sebagai bentuk kegembiraan atau akibat dikelitik. “Dikelitik akan membuat semua tertawa, tidak hanya pada manusia tapi juga primata dan mamalia. Ini menunjukkan tertawa memiliki evolusi yang panjang. Mungkin awalnya adalah bentuk komunikasi yang akrab antara ibu dan bayinya. Karena itu tertawa mudah dikenali sebagai ekspresi kegembiraan dan permainan fisik,” kata Disa Sauter, salah seorang tim peneliti.

Khasiat Tawa untuk Kesehatan
Senin, 7 Desember 2009 | 08:56 WIB

DHONI SETIAWAN

Ratusan peserta memeragakan gerakan-gerakan senam tertawa di halaman Tugu Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (14/6). Senam tertawa berfungsi menurunkan tingkat stress, melancarkan aliran darah, mengurangi penyakit jantung dan beberapa efek positif lainnya.

KOMPAS.com — “Badut itu seperti aspirin, hanya ia bekerja dua kali lebih cepat,” kata almarhum Groucho Marx, bintang film komedi yang kata-katanya sering dikutip orang. Mengapa ia bisa bilang begitu? Bagaimana cara tawa menyembuhkan penyakit?

1.    Tawa itu meringankan rasa khawatir. Sebab, seseorang tidak dapat tertawa dan merasa takut secara bersamaan. Secara fisik itu tidak mungkin. Tawa juga mengecilkan sumber dan ukuran rasa takut kita.

2.    Tawa mengurangi rasa ingin sendiri. Sebab, tawa membuat kita ingin bersosialisasi dengan orang lain dan meringankan rasa kesendirian.

3.    Tawa mengurangi agresi dan konflik. Orang yang tertawa tidak dapat berbuat kasar pada orang lain.

4.    Sistem kekebalan tubuh jadi lebih kuat dengan tertawa, kadar hormon stres pun berkurang, jantung dan sistem peredaran darah lebih sehat, serta otot menjadi lebih rileks.

5.    Tertawa adalah sumber latihan jantung yang sehat, khususnya bagi orang yang telah berusia lanjut. Selain itu, tertawa juga akan membuat pola napas khusus yang baik bagi kesehatan organ-organ pernapasan.

6.    Tawa bekerja seperti virus karena menyebar dengan cepat. Menyebarkannya ke seluruh dunia akan mengurangi kemarahan dan kekerasan.

7.    Kesehatan mental kita menjadi lebih baik dengan tertawa. Stres berkurang, begitu pula rasa marah dan khawatir. Namun, rasa bahagia dan sikap positif meningkat.

8.    Kita menjadi lebih kreatif dan mampu memecahkan masalah karena tertawa. Kepuasan kerja pun meningkat. Kita dapat bekerja lebih keras, tetapi merasa nyaman. Singkatnya, produktivitas meningkat.

9.    Semua orang bisa tertawa. Manusia dilahirkan dengan bakat untuk tertawa. Sense of humor tidak terlalu diperlukan untuk tertawa.

10.   Tertawa adalah proses alami yang mengurangi rasa sakit, baik secara fisik maupun emosional. Ini adalah obat alami dari tubuh sendiri. Banyaklah tertawa dan Anda akan merasakan bahwa ternyata hanya butuh sedikit obat untuk menikmati hidup. @Diyah Triarsari

Ketuklah dengan Senyuman
Sabtu, 21 November 2009 | 07:48 WIB

KOMPAS.com – Senyum dan tawa tidak selalu sama. Bila tertawa lebih didasari pada reaksi spontan, maka senyum bisa dijadikan suatu perilaku yang bisa diajarkan. Tapi perlu kejujuran sebelum terlanjur mengumbar senyum yang memuakkan.

Di depan pintu ruang praktek seorang dokter ada pengumuman. “Pasien dengan gangguan ingatan harap bayar di muka”. Dokter ini jelas mau melucu. Tetapi lelucon yang dipilihnya bisa menyakitkan hati.

Dokter itu mungkin lupa bahwa kebanyakan lelucon menggunakan bahasa lisan sebagai medianya. Dan kenyataan menunjukkan, bahwa bahasa bisa mengundang penafsiran ganda. Karena itu, meski lelucon memang bisa membuat orang tertawa, lelecon juga bisa membuat meringis.

Dalam hal inilah lelucon berbeda dari senyuman. Senyuman tidak memerlukan bahasa lisan, dan tidak pernah menyakitkan hati. Lebih jauh, perbedaan dalam menafsirkan maksud bahasa, bisa dilakukan bahkan oleh orang yang sama. Lelucon yang hari ini bisa membuat saya tertawa, besok atau kemarin bisa membuat saya sakit hati.

Lebih Aman
Ketika membaca sebuah lelucon tentang dokter yang memasang pengumuman seperti di atas, saya mungkin tertawa. Pada waktu itu saya benar-benar punya jarak dengan peristiwa yang diceriterakan. Tapi ketika saya kebetulan datang ke tempat praktek dokter karena sedang stress sehingga banyak melupakan janji, lelucon di atas bisa menyinggung perasaan saya.

Saya jadi menganggap dokter itu mata duitan, tidak punya empati terhadap penderitaan pasien. Saya bisa menganggap bahwa lelucon itu sama sekali tidak lucu. Itu sebabnya jauh lebih aman melemparkan senyum dari pada menyapa seseorang dengan kata-kata yang niatnya mungkin melucu tapi hasilnya bisa menyakitkan.

Selain berbeda dari lelucon, senyum juga berbeda dengan tertawa. Orang terutama tertawa sebagai reaksi terhadap kondisi emosional. Tertawa dipicu oleh proses bawah sadar. Dorongan bawah sadar ini bisa muncul tanpa diundang dan juga bisa tetap muncul pada saat dilarang. Mungkin Anda pernah bersusah payah menahan diri untuk tidak tertawa. Anda mengumpulkan semua kekuatan otot wajah agar  tidak terlihat tertawa. Tapi bisa jadi hati Anda tetap tergelitik dan akhirnya tawa Anda toh meledak juga.

Di lain pihak senyum, walaupun kadang-kadang kita menampilkan senyum sebagai reaksi, senyum bisa saja diniatkan. Senyum bisa jadi tingkahlaku bertujuan yang sengaja dilontarkan. Saya pernah melihat seorang bayi berkebangsaan Norwegia yang digendong pengasuhnya. Ketika padanya saya tersenyum, ia membalas. Hatinya bahagia, dan saya juga. Hal ini dimungkinkan karena senyum merupakan bahasa universal. Saya tak perlu paham bahasa Norwegia dan sang bayi tak perlu mengerti budaya Jawa. Hanya dengan senyum,  kita sama-sama bahagia

Latihan Jujur
Perbedaan hakiki antara senyum dan tawa ini mengandung perngertian bahwa senyum bisa dilatih. Orang bisa membiasakan diri untuk tersenyum kepada orang lain. Mereka yang secara sengaja mencoba untuk tersenyum akan mengerti bahwa untuk dapat tersenyum, hati harus merasa senang. Cobalah tersenyum waktu kaki Anda diinjak sepatu lars. Senyum Anda pasti senyum yang palsu. Sama palsunya dengan senyum seorang pramugari yang melayani tanpa tulus hati.

Mungkin juga sama dengan senyum seorang korban perampokan yang dipaksa senyum di bawah todongan senjata. “Ayo senyum, kalau tidak saya tembak kamu”. Senyum-senyum yang terpaksa ini tidak mendatangkan kehangatan kepada penerima senyum dan tidak mendatangkan kegembiraan pada pemberi senyum. Lain halnya kalau kita kalau kita tersenyum dengan hati yang senang, seperti ketika saya bertukar senyum dengan bayi Norwegia itu.

Kenyataan bahwa untuk tersenyum ramah hati harus benar-benar terbuka, membawa banyak akibat positif kepada orang-orang yang mau bersusah payah berlatih tersenyum jujur kepada orang lain. Tanpa dapat dicegah, orang yang sering tersenyum akan memiliki wajah yang lebih ceria, lebih segar tanpa harus memakai krim perawatan kulit. Bukankah lebih asyik memandang wajah bayi yang tersenyum tanpa make-up dari pada menyaksikan juru rawat yang berdandan menor (untuk menutupi jerawat) tetapi melayani Anda dengan wajah masam? Bukankah ketika Anda melempar senyum kepada seseorang Anda tengah menyiapkan suatu jalinan komunikasi yang menyenangkan?

Sekarang, cobalah Anda tersenyum dulu sebelum melanjutkan membaca tulisan ini. … Bayangkanlah peristiwa yang menyenangkan. Bayangkan kesenangan yang Anda terima ketika seseorang melemparkan senyuman. Bayangkan bayi montok Norwegia yang berwajah ceria tersenyum balik kepada Anda. Lalu yakinkanlah diri Anda bahwa senyum itu baik, … juga untuk diri sendiri. Mari kita tersenyum.@jjw

Senam Tertawa Sarana Hilangkan Stres
Minggu, 14 Juni 2009 | 09:07 WIB

KOMPAS/LASTI KURNIA

Sekitar 200 guru se-Jabodetabek bersemangat melatih gerakan senam otak (brain gym) untuk memaksimalkan kerja otak kanan dan otak kiri pada pelatihan Super Great Memory di Depdiknas, Jakarta, Selasa (23/12). Lewat pelatihan ini, guru diharapkan dapat mengembangkan teknik mengajar agar lebih kreatif dan interaktif.

JAKARTA, KOMPAS.com — Penelitian yang dilakukan Asosiasi Psikiatri Indonesia mengatakan, 94 persen populasi Indonesia mengalami depresi atau gangguan lain sejenis. Ini menjadi salah satu alasan Gerakan Integrasi Nasional (NIM) menyelenggarakan senam tertawa.

“Tertawa bisa menciptakan hormon melatonin, yang menenangkan kita sehingga kita bisa atasi stres dan depresi,” kata Presiden NIM Maya Safira Muchtar yang ditemui di tengah acara Pesta Rakyat Senam Tertawa di Halaman Monas Jakarta, Minggu (14/6).

Lebih lanjut Maya mengatakan, berdasar penelitian satu menit tertawa sama dengan 20 menit olah raga ringan. Oleh karenanya, dengan tertawa kita bisa meningkatkan kadar oksigen dalam darah, mengonsentrasikan 8 titik saraf, melemaskan otot-otot, menurunkan tekanan darah, meningkatkan daya tahan tubuh, melancarkan aliran darah, memijat paru-paru dan jantung, meringankan konstipasi, melancarkan aliran darah, menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, serta mengurangi risiko penyakit jantung.

Selain itu, karena di acara ini juga ada nyanyi-nyanyian, Maya mengatakan bahwa suara yang diciptakan dari nyanyian memberi getaran pada otak. Otak seperti dipijat. “Hal itulah yang merangsang otak untuk memproduksi hormon melatonin. Sekali lagi, hormon itulah yang menghindarkan kita dari stres dan depresi,” tandas Maya.

Teknik senam tertawa ini juga menjadi wahana saling mengenal satu sama lain. “Tujuan lainnya untuk mempererat satu sama lain. Lebih relaks. Lebih memahami. Karena dari 3.000 yang hadir tidak saling kenal,” pungkasnya.

Tertawa Bisa Kurangi Risiko Diabetes
Selasa, 21 April 2009 | 10:35 WIB

BEIJING, KOMPAS.com – Gelak tawa dapat membantu penderita diabetes meningkatkan kadar kolesterol mereka dan  menurunkan risiko penyakit pembuluh darah dan jantung, demikian hasil satu studi terbaru.

Menurut Lee Berk dari Loma Linda University, yang memimpin studi itu, “Pilihan gaya hidup memiliki dampak mencolok dalam kesehatan dan penyakit dan ini semua adalah pilihan yang kami dan pasien lakukan sebagaian tindakan pencegahan dan pengobatan.”

Para peneliti membagi 20 pasien diabetes yang berisiko tinggi — semuanya juga menderita darah tinggi dan hyperlipidemia (faktor risiko bagi penyakit pembuluh darah dan jantung)– menjadi dua kelompok. Kedua kelompok tersebut diberi obat diabetes standar.

Kelompok L diberi waktu 30 menit untuk menikmati humor yang mereka pilih, sementara Kelompok C –kelompok pemantau— tidak. Proses itu berlangsung selama satu tahun pengobatan.

Sekitar dua bulan proses pengobatan, semua pasien di kelompok tertawa (L) memiliki tingkat  hormon epinephrine dan norepinephrine yang lebih rendah, keduanya dipandang sebagai penyebab stres. Stres diketahui sangat mematikan.

Setelah 12 bulan, kolesterol HDL (kolesterol baik) telah naik 26 persen pada Kelompok L tapi hanya 3 persen di dalam Kelompok C.

Dalam pengukuran lain, protein C-reaktif, penanda radang dan penyakit pembuluh darah serta jantung, turun 66 persen di dalam kelompok tertawa tapi hanya 26 persen pada kelompok pemantau.

“Dokter terbaik mengerti bahwa ada campur-tangan psikologis hakiki yang ditimbulkan oleh emosi positif seperti gelak tawa dengan riang-gembira, optimisme dan harapan,” kata Lee Berk.

Kendati demikian, Berk mengatakan tawa tentu saja dapat menjadi obat yang bagus dan sama berharganya dengan obat diabetes, tapi berkeras bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan guna memastikan apa maksud dari semua hasil itu.

<!–/ halaman berikutnya–>

<!–/ halaman berikutnya–>

2 thoughts on “Tertawalah dan Seluruh Dunia Akan Mengerti

  1. Setuju sekali… Tapi, ndak boleh berlebihan, kan? Karena justru mengganggu, apalagi sampai ngakak.
    Ada tempat dan saat yang dikecualikan dari tertawa lepas ini… misalnya di depan mertua…!!!

    Suka

Tinggalkan komentar